Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan

Book Review: “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma” karya Idrus (1948)





"Jalan Lain ke Roma" merupakan satu dari beberapa cerpen yang dituangkan oleh Idrus dalam buku ini yang terbit pada tahun 1948. Namun, alih-alih menampilkan kisah perang yang heroik, Idrus justru menyajikan potret kehidupan masyarakat biasa yang jenaka sekaligus satir di tengah masa revolusi kemerdekaan.

Pertama, kita akan berkenalan dengan tokoh utamanya, yang bernama "Open". Kisahnya berfokus pada perjuangan seorang individu biasa yang berada dalam kebingungan mencari cara untuk bertahan hidup ketika situasi serba tidak pasti. Ia sampai harus berganti-ganti profesi. Awalnya ia bekerja sebagai guru, kemudian beralih menjadi guru agama, mencoba menjadi pengarang, dan akhirnya memilih menjadi tukang jahit. Ini merupakan potret realistis mengenai pencarian jati diri. 

Poin kedua adalah hal yang membedakan Idrus. Ketika sastrawan lain umumnya menulis kisah pahlawan yang gagah berani, Idrus justru berani mengkritik pencitraan tokoh ataupun jagoan. 

Ia menggunakan sindiran yang lucu, tetapi mengandung keprihatinan. Para pejuang dadakan digambarkan layaknya tokoh-tokoh tanpa perencanaan yang serius.

Gaya ini menjadikan ceritanya lebih jujur dan seringkali mengandung unsur komedi.

Terakhir, mengapa cerita dari tahun 40-an ini masih relevan hingga saat ini? 

Hal ini disebabkan oleh kisah Open yang kerap berganti pekerjaan, sebuah pengalaman yang sangat relevan dengan kondisi modern. Mirip dengan keadaan kita sekarang, di mana kita sering harus mencoba banyak jalur berbeda untuk menemukan identitas diri di dunia yang berubah dengan sangat cepat.

Oleh karena itu, Jalan Lain ke Roma pada dasarnya adalah potret jenaka yang abadi mengenai pencarian jati diri di tengah dunia yang terus ber-evolusi (berubah).

Catatan: 
Review ini dibuat menjadi video reel & disertakan dalam Lomba Kemenkeulib Literacy Competition 2025. 




FILM NGERI-NGERI SEDAP, SEBUAH RENUNGAN


Sebenarnya udah agak lama aku nonton film ini ketika film ini baru release. Agak telat aku membahas film ini, tertunda beberapa hari. Disclaimer di awal, tak ada niatku untuk spoiler dan ini reviu dari sudut pandangku sendiri.
Film ini menceritakan tentang sebuah keluarga dengan latar belakang Batak yang terdiri dari Bapak, Ibu, dan empat orang anak. Film ini dibuka dengan ibu yang menghubungi tiga orang anak laki-lakinya yang merantau di luar pulau agar segera pulang. Sayangnya ketiga anak laki-laki tersebut menolak dengan berbagai alasan. Sang Bapak memanfaatkan anak perempuannya yang penurut dan tinggal bersama mereka untuk membujuk kakak dan adik-adiknya pulang. Dari situlah kisah dirangkai sampai dengan film berakhir.
Ada percakapan yang menarik bagiku dalam film ini. Percakapan antara Bapak dan Ibu ketika anak perempuannya berhasil membujuk kakak dan adik-adiknya pulang.
Bapak: Apa kubilang! Kalau kau ikuti usahaku, pasti berhasil, kan?
Ibu: Kau memang paling hebat di dunia. Danau Toba ada pun karena kau!
Menurutku percakapan ini sangat relate denganku, mungkin juga dengan banyak orang. Aku merasa muak menghadapi orang yang menyombongkan diri. Padanan kata yang menurutku sesuai untuk menggambarkan kesombongan sang bapak adalah “apa kubilang!” Sering kan kita bertemu dengan orang yang merasa dirinya paling berjasa atas suatu keberhasilan.
Di mataku, Tika Panggabean yang berperan sebagai isteri dan Arswendi Nasution yang berperan sebagai Bapak sangat pantas mendapatkan penghargaan atas aktingnya yang sangat apik sepanjang film. Salut kuberikan kepada penulis skenario dan sutradara, Bene Dion yang dengan cantik memotret budaya keluarga Batak di film ini. Juga semua casting yang sudah menampilkan aktingnya dengan baik, wajar dan tidak berlebihan.
Dari film ini, aku berpikir bahwa kita harus melihat segala sesuatu dari sudut pandang beberapa pihak. Kita sebagai orang tua harus memikirkan kesulitan anak-anaknya yang harus bekerja di luar pulau sehingga waktu untuk pulang semakin terbatas. Selain itu mereka memiliki mimpi dan passion masing-masing untuk karier dan kehidupannya. Sebagaimana sudah dibahas Rhenald Kasali bahwa kita mendidik anak agar menjadi Rajawali tapi kita berharap anak kita menjadi burung dara yang harus selalu berada di dekat kita.
Begitu pula jika kita sebagai anak. Kita harus memahami bahwa orang tua kita semakin bertambah usia, perasaan kesepian itu selalu menghantui. Orang yang paling bisa “diganggu” adalah anak-anaknya yang dari kecil sampai remaja selalu dekat dengan kita. Dalam hati dan pikiran mereka tak ada yang dipikirkan selain anak-anaknya. Anak-anaklah sumber kebahagiaan orang tua.
Konflik yang terjadi dalam film Ngeri-Ngeri Sedap terjadi karena masing-masing pihak, baik Bapak, Ibu dan anak -anaknya tidak saling memahami kondisi masing-masing. Semua digambarkan dengan apik dan sewajarnya. Walaupun film ini menceritakan tentang keluarga Batak, tapi menurutku tetap relate untuk keluarga dari suku apa saja. Aku cukup murah hati dengan memberikan dua jempol untuk film ini. Tak heran penonton film ini sudah melewati angka 2 juta. Selamat!
Oya, film ini juga mengajak kita traveling ke Danau Toba yang sangat cantik. Mudah-mudahan suatu saat aku memiliki kesempatan untuk menikmati keindahan Danau Toba…
Bandung, 24 Juni 2022