Pengguna Commuter Jadi Warga Kelas Dua

 Banyak cerita seputar kereta commuterline. Baik soal perjalanannya, suasana dalam keretanya, sarana dan prasarana pendukung keretanya maupun kereta mana yang harus jalan terlebih dahulu. Cerita ini menarik untuk disampaikan karena masih merupakan misteri yang belum ada jawabannya hingga sekarang. Jika kita menjadi salah satu pegawai dari PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan dan PT Kereta Commuter Jakarta (PT KCJ), mungkin akan mengetahui kenapa hal-hal seperti diatas bisa terjadi.

      Banyak perbaikan yang sudah dilakukan saat Pak Jonan saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia. Banyak kultur menggunakan kereta api yang sudah dirubah oleh beliau. Misal bagaimana para calon penumpang digiring dengan ketentuan dan peraturan yang beliau tetapkan masuk dan keluar dari stasiun di seluruh Jabodetabek dengan tertib. Bagaimana proses pemesanan tiket kereta dimudahkan dengan fasilitas online dan verifikasi calon penumpangnya dengan baik sehingga mengurangi potensi adanya calo yang berkeliaran di sekitar stasiun. Bagaimana jadwal perjalanan kereta api dapat berjalan dengan tepat waktu, nyaman dan aman. Pihak keamanan juga disiapkan hampir di seluruh stasiun di Indonesia.  Bagaimana tingkat ketertiban di dalam stasiun dapat ditingkatkan dengan cara professional, sehingga pihak yang tidak berhak dapat segera lengser dari stasiun. Itulah beberapa perbaikan yang telah dilakukan oleh beliau.

        Disamping itu masih ada kekurangan yang memang belum bisa dijelaskan oleh pihak PT KAI, Ditjen Perkeretaapian, Kemenhub maupun PT. KCJ. Beberapa misalnya masalah perweselan yang masih merupakan momok tersendiri, karena perweselan ini sesuai dengan kondisi saat pengadaannya dulu. Wesel ini ada yang berasal dari Inggris, Belanda dan Jerman. Bayangkan untuk permasalahan wesel aja masih berbeda-beda sejak jaman Hindia Belanda. Sehingga kalau wesel ini macet, jadwal kereta sudah pasti terganggu.

Kemudian ada palang pintu bagi jalur kereta yang masih melewati jalur kendaraan bermotor. Idealnya jalur kereta itu harus sudah diatas jalan raya seperti pada ruas stasiun Cikini hingga Jakarta Kota. Tidak semua palang kereta itu terjaga dengan palang yang sempurna. Untuk wilayah Jabodetabek mungkin lebih baik, tapi bagaimana dengan di luar Jabodetabek? Jadi diri kita yang bisa mengendalikan agar bersabar menunggu sinyal kereta.

Rencana double double track (jalur ganda), dimana pembuatan jalur ganda ini juga sudah lama rencana pembuatannya yaitu sejak renstra 2008 saya pernah mendengar wacana itu. Tapi saya memahami betapa sulit proses pembebasan tanah atau lahan untuk jalur ganda itu. Tujuan jalur ganda ini untuk menghindari adanya saling mengalahkan atau bersinggungan antara kereta api jarak jauh dengan kereta commuterline. Rencana pembukaan jalur ganda ini hingga ke Surabaya. Jalur ganda ini nantinya juga akan memberikan kemudahan akses bagi warga Cikarang untuk menggunakan commuterline.

        Dari permasalahan wesel, palang pintu dan jalur ganda, hal paling banyak memberikan pengaruh terhadap perjalanan kereta commuterline adalah belum tersedianya jalur ganda. Akibatnya banyak perjalanan kereta commuter tertahan dan dikalahkan oleh kereta jarak jauh. Biasanya titik tertahannya kereta commuterline itu di stasiun Manggarai, Jatinegara atau Cipinang dan Cakung untuk wilayah jalur kereta ke wilayah Timur. Karena ada juga kereta lokal juga melewati jalur ini dengan tujuan Cikampek dan Purwakarta. Sedangkan jalur kereta menuju Serpong dan Tangerang juga ada kereta lokalnya, hanya saja saya belum bisa bercerita di sini dan informasinya masih minim. Dampak dari ini, akhirnya kereta jarak jauh dan kereta lokal yang diutamakan.

Menurut saya, para pengguna kereta jarak jauh secara umum bukan para pekerja yang mengejar waktu tetapi lebih banyak yang berkunjung, liburan atau dinas dan lainnya. Sehingga keberangkatannya bisa ditunda sekitar 2 atau 3 menit hingga kereta commuterline lewat. Fakta yang sering terjadi adalah terkadang saat tertahan di salah satu stasiun, waktu tunggunya bisa 2 atau 3 kali kereta jarak jauh lewat dahulu. Padahal kalau kereta commuterline  dikasih kesempatan jalan, mungkin sudah sampai di stasiun akhir di Bekasi. Inilah yang saya sebut tidak logis dan pengguna commuterline harus bersabar. Saya juga menangkap isu bahwa ada insentif bagi kepala stasiun yang memperbolehkan kereta jarak jauh lewat terlebih dulu dibanding commuterline. Alasan lain kereta commuterline itu selalu tertahan adalah biaya perjalanannya masih di subsidi pemerintah (padahal kereta lokal juga masih), penumpang kereta jarak jauh membayar lebih mahal (apakah pengguna commuterline bayar mahal akan sama perlakuannya?) atau manajemen kewenangan perkeretaapiannya (PT KAI, Dirjen Perkeretaapian atau PT KCJ). Memang para pengguna commuterline selalu diminta bersabar dan berdoa, karena keselamatan sudah terjamin tetapi kenyamanan dan keterlambatan tidak. Bayar murah kok mau nyaman dan cepat. Ini jadi tidak konsisten jika kereta lokal yang dibawah manajemen PT KAI. Kereta lokal ini masih bisa mendahului commuterline dengan status masih disubsidi, dibawah PT KAI dan previllege lainnya.

Kami para pengguna kereta commuterline berharap agar jalur ganda sudah dapat difungsikan dan digunakan agar pengguna commuterline tidak menjadi warga kelas dua. Selain itu peran kereta lokal juga akan dihapus dan para penggunanya akan beralih ke commuterline juga. Jika penggunaan jalur ganda sudah berfungsi, commuterline merupakan primadona bagi penduduk sekitar Jabodetabek yang akan berpergian keliling kota.


***

Tulisan ini dapat juga dilihat pada laman : https://rulyardiansyah.blogspot.co.id/2017/06/pengguna-commuter-jadi-warga-kelas-dua.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar