GEMESS (Garing mak Kress) : Tobat

Bulan Ramadhan sudah berlalu, pun begitu dengan bulan Syawal. Tetapi sebagai umat Islam tentu bekasnya tak boleh sirna begitu saja. Periode pembelajaran selama Ramadhan dan periode pembiasaan selama Syawal harus bisa dijadikan pijakan untuk berubah dan berbenah. 

Momentum itu juga disadari oleh Paimo yang terkenal sebagai anggota geng motor terkemuka di kampungnya. Dia yang sudah jadi dedengkot diantara sekawannya memutuskan untuk bertobat dan pensiun dari geng motor yang dirintisnya itu. Agar tidak hanya dianggap isapan jempol, Paimo mulai merancang program dalam rangka mewujudkan tekad insyafnya. 

Ketika dulu masih aktif di geng-nya, Paimo selalu berlagak bak raja jalanan. Rambu lalu lintas hanya seperti hiasan. Lampu merah pun tak ubahnya sebuah pajangan. Dia menggeber motor seenak udelnya seolah nyawanya ada cadangannya. Oleh karena itu, langkah pertama dalam gerakan pertobatannya adalah mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Dia berjanji pada diri sendiri dan juga Ilahi, akan menaati rambu dan lampu yang mengatur lalu lalang kendaraan di jalanan. 

Tapi berubah menjadi baik memang tak semudah membalikkan telapak tangan, selalu saja ada halangan dan tentangan. Kawan-kawannya selalu mencibir dan mengajaknya kembali. Belum lagi masyarakat sekitar yang resisten. Paimo berjuang menghadapi itu semua agar tetap bisa teguh dan mencapai 'taubatan nasuhah'. Hingga akhirnya dia mencoba men-curhat-kan perjuangannya kepada sang ibu. 

"Mak, susah ternyata ya mau tobat itu, ada aja halangannya"

"Sabar nak, memang gitu, kalau mau jadi baik, pasti setan-setan berbentuk jin dan manusia ga suka...jadi kamu harus kuat ngelawannya", sang ibu mencoba menyemangati anaknya.

"Iya mak, masa aku uda bener aja, masih ada yang maki-maki dan nyalah-nyalahin"

"Waktu itu pas lampu merah, aku berhenti... eh malah diteriakin bego dan diklakson-klaksonin sama angkot di belakang", Paijo melanjutkan ceritanya. 

"Hehehe... biasa itu nak di sini, cuekin aja... yang penting kamu benar ya ga usah didengerin"

"Ho oh sih mak, aku cuekin aja... aku anggap itu ujian orang tobat"

"Ada lagi ni mak, pas aku kasih tau kalau ga boleh parkir di pinggir jalan situ, eh... malah diajak berantem sama tukang parkirnya, yang salah siapa yang marah siapa"

"Hahaha... itu juga biasa nak disini... tapi kamu ga berantem kan?"

"Engga dong mak, aku tinggalin aja... aku kan sudah insyaf", Paimo menjawab dengan dada sedikit membusung. 

"Tapi ya mak, yang paling parah kemarin, aku dibilang gila, sampek mau digelandang ke kantor polisi, ya ga takut lah aku... orang posisiku benar"

"Wuih hebat kamu nak, emak bangga... tapi emang gimana kejadiannya?"

"Jadi gini mak..", Paimo membenarkan posisi duduknya

"Pas di lampu merah perempatan sana, aku kan mau belok kiri... lampu ijonya nyala, tapi aku langsung ngerem mak, berhenti..."

"Loh, lampu ijo kok berhenti?" Ibu Paimo nampak mengernyitkan dahi

"Bentar mak, ceritaku belum selesai, iya lampunya ijo, tapi rambunya nyuruh berhenti... ya aku berhenti.. konsisten"

Dahi ibu Paijo yang sudah keriput makin kelihatan mengkerut. 

"Eh.. orang-orang pada nglaksonin dan maki-maki....padahal kan aku cuma mematuhi rambu lalu lintas.... "

"Sampai akhirnya ada yang turun dari motornya dengan wajah emosi... coba kutenangkan dan kujelaskan... tapi dia malah makin emosi dan bilang aku gila... bener-bener ga ngerti aku", Paijo geleng-geleng.

"Denger dari ceritamu sih, sepertinya kamu memang gila nak, yuk kita cek ke dokter"

"Aduh emak, aku cuma patuh sama rambu lalu-lintas mak", Paijo tak terima. 

"Emang rambu yang kaya gimana sih nak, emak masih ga paham"

"Itu loh mak, di bawah lampu merahnya kan ada tulisan 'belok kiri mengikuti lampu'... ya aku patuhi"

Kini kerutan di dahi ibu Paijo nampak mulai ada yang terkelupas. 

"Yaudah kan, disuruh ngikuti lampu ya aku ikutin, aku berhenti lah di belakang lampu, aku tungguin lampunya, karena dia masih diem aja di situ ya aku diem juga dong mak, kalau dia jalan ya aku ikut jalan...namanya juga ngikutin...tapi kan lampunya masih diem aja di situ... ya aku juga diem aja disitu.. ga salah kan mak? "

Sang ibu tak berkata-kata, hanya mengangkat gagang telepon sambil membuka-buka buku telepon mencari sambungan ke rumah sakit jiwa terdekat. Tamat

1 komentar: