Istri simpanan

“Mi, istri simpanan itu apa maksudnya?”, aku tersentak mendengar pertanyaan Syafira, anak bungsu perempuanku yang kini menginjak usia 14 tahun. Seketika aku menghentikan kesibukanku yang sore ini sedang menyusun beberapa stel pakaian ke dalam koper untuk perjalanan dinasku ke Palangkaraya besok pagi. “Kenapa tiba-tiba Fira nanya begitu? Mami belum bisa jelasin detailnya, tapi itu topik pembicaraan orang dewasa, nanti kalau Fira sudah 17 tahun boleh tanya mami lagi,” jelasku yang disambut wajah kesal Fira karena tidak bisa memuaskan keingintahuannya.


Keesokan paginya, aku sengaja menyempatkan waktu mengantar Fira ke sekolah sebelum ke bandara. Jujur, pertanyaannya kemarin sore sempat mengusik pikiranku. “Fir, mami masih penasaran deh, yang Fira nanya tentang istri simpanan, itu Fira tau dari mana?”, tanyaku berusaha sesantai mungkin agar Fira tidak merasa sedang diselidiki. “Dari temen-temen ... Ah sudahlah gak usah dibahas lagi, kan mami bilang itu omongan orang dewasa”, Fira masih terlihat sebal lalu membesarkan volume tape mobil sebagai sinyal bahwa dia tidak ingin membahas hal itu lagi.


Perjalanan dinas selama 3 hari dengan jadwal kegiatan yang padat dan cuaca yang panas luar biasa terasa begitu melelahkan. Aku mengajak Fira menemaniku ke salon langganan sekedar untuk perawatan ringan dan pijat relaksasi.  “Mi, aku boleh ya ikut perawatan juga? Sama persis pokoknya sama perawatan mami,” permintaan Fira mengejutkanku, karena anak ini tomboy, untuk membiasakan dia pakai body-lotion saja sulit. “Eh tumben? Perawatan mami ya beda dong dengan perawatan anak ABG”, aku menggodanya. “Apa aja deh, yang penting hasilnya bisa cantik kaya’ mami, biar nanti aku bisa jadi istri simpanan juga. Udahlah mami gak usah rahasia-rahasiaan, kata temen-temen aku, mami itu istri simpanan, kalo nggak mana mungkin bisa bolak balik ke luar kota, ke luar negeri pake uang sendiri. Aku juga mau mi kaya’ mami biar bisa punya uang banyak bisa jalan-jalan kemana-mana,” kali ini perkataan Fira benar-benar terdengar bagai petir di siang bolong.


Note:
This is one of my several ‘Flash-fiction of pentigrafs’, makasih mb Rini Afri for posting yours, jadi ikutan deh ...

2 komentar: