Selamat Datang Duniaku

Pagi ini, seperti biasa aku lebih banyak duduk, melihat orang-orang yang tidak pernah kehilangan akal untuk melakukan apa saja. Kebanyakan mereka selalu menggerak-gerakkan mulutnya, lalu ada yang kemudian tersenyum, tertawa atau bahkan menangis. Entah apa yang terjadi ketika bibir mereka sangat sibuk dengan gerakan yang menurutku sama saja, sulit aku pahami maksudnya.

Sebagian dari mereka juga ada yang tidak melakukan apa-apa dengan mulutnya, diam, seperti aku di sini yang hanya bisa menyaksikan mereka dari jarak yang semuanya terasa seperti dari tempat yang jauh.

Beberapa tahun sebelum ini, aku merasa ada yang aneh tentang apa yang aku lihat setiap hari. Apa misteri di balik sesuatu yang nampak sama saja, sekali waktu bisa menimbulkan kemarahan yang luar biasa, tapi di waktu lain bisa berakibat berangkulannya orang-orang dalam suasana keceriaan. Ada perbedaan raut muka yang bisa dikatakan berlawanan, tapi anehnya penyebabnya sama saja, sejauh yang aku lihat.

Ketika air tumpah dari langit, orang-orang berlarian masuk ke rumah dan pada saat ada kilatan cahaya di langit, serta merta orang-orang menutup telinganya sambil memejamkan mata, seperti ada yang dihindari. Tapi aku tidak tahu apa itu.

Aku menjadi penonton satu-satunya dari orang-orang yang semuanya menjadi pemeran utama layaknya dalam sebuah film, tapi ini kejadiannya betul-betul terjadi di sekitarku.

Sekarang, aku sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini, tetapi bukan karena aku sudah tahu tentang misteri di balik mulut-mulut yang bergerak-gerak itu. Aku menyadari bahwa aku sudah pada sampai titik dimana aku tidak perlu mencari jawabannya. Menjalani saja sebagaimana yang aku lakukan setiap hari, seperti ini.

Satu hal yang terasa berat bagiku, aku tidak ditemani lagi oleh siapapun setelah ibu yang setiap hari setia mendampingiku tidak ada lagi.

Aku kangen pelukan hangatnya.

Aku masih teringat kala terakhir ibu memaksaku menirukan sesuatu seperti yang dilakukan dengan mulutnya. Dan aku merasa sudah melakukannya sama persis yang dilakukan ibu kepadaku. Tapi tetap saja aku lihat ada wajah kekecewaan di raut ibu. Aku sudah berusaha dan sudah merasa bisa, tapi apa yang aku lakukan ternyata berbeda menurut Ibu...

Sampai pada saat dimana aku tahu ibu tidak bisa menyembunyikan wajah kepasrahannya, tak lama dari itu aku lihat matanya yang berkaca-kaca dan ibu merangkulku dengan membawa getaran yang menggoncangkan tubuhku. Erat sekali pelukannya dan aku merasakan betul basahnya pundakku dari air mata ibu yang tak terbendungkan lagi. Selamat datang dunia yang selalu diam.

6 komentar:

  1. Saya baru tahu kalau ini kisah tentang keterbatasan fisik. Membaca cerita ini mengingatkan saya untuk bersyukur atas hal-hal sederhana yang masih bisa dinikmati setiap hari, seperti panca indera, kesehatan, dan hidup yang tenang

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mba... saling mengingatkan untuk selalu bersyukur... terima kasih

      Hapus