it's getting really crowded here

katamu aku suka berasumsi

padahal aku lebih suka tidak berada disini

katamu kau tidak mencintainya

tapi saat bersumpah atas nama Tuhan,

maksudmu Tuhan yang mana?


curangkah sorot mata lain

yang mengundang senyumku?

jika ada nama yang lain

dalam hening sembah sujudmu?


tak peduli jika kau lahir dari

dua orang yang tak tahu cara mencintai

tak jadi hakmu untuk terus mencaci

hati yang selalu memaklumi


karena pada akhirnya…

luka akan berhenti memaafkan pisau

dan dendam tak lagi menyembunyikan dirinya

dari rasa takut dan risau


jadi siapa di antara kita

yang berani untuk lebih dulu akui?

email I can't send

embun pagi mengapa sendu

lingkaran hari mengapa absis

jangan begitu ini momenku

tak peduli aku bukan penulis

selamanya kamu abadi dalam karyaku


jangan banyak bertanya

apa makna dari untaian kata

jangan biarkan aku jadi pendusta

karena jawabannya akan selalu sama

masih kamu yang jadi pemenangnya


entah sampai kapan.


 


what we did not become

we were not a story

that forgot how to end,

we were a pause,

long enough to breathe

yet too short to stay.


you were like coming up for fresh air,

it’s like I was drowning and you saved me.


I chose a life

that already knew my name,

and you chose silence

a love so sincere 

it doesn’t make a sound.


if there is any mercy in this,

it’s that we couldn't break

what we never claimed.


and if I miss you, 

let it be gently,

like missing a window

after learning how to breathe outside.


there's many kind of love,

this is the one that doesn’t ask for possession,

or a future,

it simply exists, quietly, with respect.


it was never meant to turn into something we shouldn’t become.

not the kind that crosses lines,

only the kind that wishes you well,

even from a distance.

Duka Kami untuk Sumatera

Malam itu,

Malam yang mestinya damai dengan sinar bulan

Dan nyanyian binatang malam yang melenakan

berganti seketika,

Menjadi malam yang tak akan pernah terlupakan

 

Bayi yang terbuai dalam ayunan, terpekik menjerit

Ibu-ibu berteriak, bapak-bapak berlari kalang kabut

Ribuan burung terbang riuh menjauh…

Rumah, sawah, kendaraan, dalam sekejap hanyut

 

Malam itu, keheningan malam menjadi gegap gempita

Suara gemuruh yang mengalahkan suara badai membahana

Yang akhirnya,  hanya terdengar suara takbir bersahutan

Allohu akbar…

 

Sudah berapa meter lumpur menggunung

Dan batang raksasa menumpuk

Ketika air mulai menyusut, menyisakan perih yang berpaut

 

Dan di bawah itu, tanahku..

Orang tuaku, abang dan adik-adikku..

Entah sudah berapa banyak air mata tumpah,

Dan kepedihan membawa sumpah serapah

Semua mencari siapa yang salah

 

Tapi hidup sebagian kami belum berakhir

Kami berpegang erat satu sama lain,

Saling menggenggam, saling menguatkan

Seperti harapan yang selalu ada di titik nadir

 

Drupadi (3)

Drupadi
siapakah yang mengirimkanmu pesan saat kita tengah berbincang sedekat ini? 
pesan yang membuatmu sumringah tersenyum sendiri,
bagai senyum  gadis usia belasan yang jatuh hati,
aku tak ingin bertanya jauh, ku tahu kau akan punya jawaban seribu versi, 
karena nama belakangmu "alibi"


Drupadi,
ada kisah yang konon tervalidasi,
kelihaianmu  beralibi begitu teruji,
suatu ketika ada perempuan yang lelakinya kau dekati, 
menemukan setumpuk bukti, 
kalau kau lah  yang memulai bermain api,
alih alih segera berhenti, 
seperti juru kampanye engkau memilih pergi kesana kemari, 
menyulap fakta terlihat fiksi, 
mengubah  kisah nyata seolah rekaan orang yang dengki

Kau tahu hasilnya, Drupadi 
begitu banyak orang yang memberimu simpati

Drupadi...drupadi, 
hidup kadang memang menghadirkan tragedi,
perempuan  yang kau tikam dadanya dengan belati, 
disalahkan karena ceceran darahnya mengotori gaunmu yang putih suci.

Apa yang sebenarnya engkau cari?
Apakah semua ini adalah pelarian dari hidupmu yang sepi?
tahun tahun ini dengan segala bujuk rayu dan manipulasi,
engkau mendekati banyak lelaki, 
kau jadikan mereka semacam koleksi, 
di bawah kontrolmu lelaki hebatpun seperti kehilangan akal budi,
terhanyut pada sekenario permainan dan  kompetisi, 
kau relakan  dirimu seumpama trophi, 
yang diperebutkan dan dipergilirkan kesana kemari

mudah sekali, 
kepalamu bergelayut mesra di bahu satu lelaki,
berjalin tangan dengan lelaki berbeda di lain hari.
Berbincang mesra dengan lelaki penyanyi di pagi hari,
makan malam romantisnya  dengan lelaki penari.
Menangis sedih ditinggal lelaki pemikir yang pergi, 
lalu bergegas  bercengkerama dengan lelaki pemuja sepi. 
Bertukar pesan menggoda dengan lajangnya lelaki,
berkirim swafoto  dengan lelaki beristri.

Ah untuk urusan ini, kau liar sekali 


Drupadi
Apakah kau pikir ini kan abadi? 
apakah Lima tahun atau enam tahun lagi, 
pesonamu masih akan mampu menaklukkan banyak lelaki ?
Lima atau enam tahun setelah hari ini,
Kulit wajahmu mungkin takkan elastis lagi,
minuman dan krim pelawan usia yang kau beli, 
tak akan berkhasiat menunda atau membuat berhenti 
menebalnya garis senyum di ujung pipi,
menegasnya kerutan sepanjang dahi
Rambutmu yang dahulu berurai wangi,
akan memutih sewarna kabut pagi, 
semir rambut hitammu hanya menguji konsistensi, 
bertahan dalam hitungan hari.
Langkahmu, yang dulu ringan dan percaya diri, 
akan mulai tertatih mengisyaratkan  nyeri, 
gemeretak pelumas lututmu yang kurang isi
Aku kasih tahu rahasia kecil ini, Drupadi
kebanyakan mereka kaum lelaki brengsek sekali 
penyanyi atau penari, 
pebasket atau pelari, 
lajang atau beristri , 
siapapun yang saat ini kau dekati, 
mungkin berbeda dalam puja puji, 
tapi kebanyakan mereka visual sekali
Kelak, saat  tubuhmu tak menarik lagi, 
mereka akan bergegas pergi, 
dan kisahmu  yang berawal dari hasrat hewani,
tak akan pernah abadi 
ah .....yaa sudahlah Drupadi 
Malam telah melangkah jauh menjelang pagi, 
Lekaslah pergi
lelakimu pasti sudah pulang kembali.

 
(Pada hari minggu,  sebelum bertugas mencuci baju, 30 Nov 25)

Book Review: “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma” karya Idrus (1948)





"Jalan Lain ke Roma" merupakan satu dari beberapa cerpen yang dituangkan oleh Idrus dalam buku ini yang terbit pada tahun 1948. Namun, alih-alih menampilkan kisah perang yang heroik, Idrus justru menyajikan potret kehidupan masyarakat biasa yang jenaka sekaligus satir di tengah masa revolusi kemerdekaan.

Pertama, kita akan berkenalan dengan tokoh utamanya, yang bernama "Open". Kisahnya berfokus pada perjuangan seorang individu biasa yang berada dalam kebingungan mencari cara untuk bertahan hidup ketika situasi serba tidak pasti. Ia sampai harus berganti-ganti profesi. Awalnya ia bekerja sebagai guru, kemudian beralih menjadi guru agama, mencoba menjadi pengarang, dan akhirnya memilih menjadi tukang jahit. Ini merupakan potret realistis mengenai pencarian jati diri. 

Poin kedua adalah hal yang membedakan Idrus. Ketika sastrawan lain umumnya menulis kisah pahlawan yang gagah berani, Idrus justru berani mengkritik pencitraan tokoh ataupun jagoan. 

Ia menggunakan sindiran yang lucu, tetapi mengandung keprihatinan. Para pejuang dadakan digambarkan layaknya tokoh-tokoh tanpa perencanaan yang serius.

Gaya ini menjadikan ceritanya lebih jujur dan seringkali mengandung unsur komedi.

Terakhir, mengapa cerita dari tahun 40-an ini masih relevan hingga saat ini? 

Hal ini disebabkan oleh kisah Open yang kerap berganti pekerjaan, sebuah pengalaman yang sangat relevan dengan kondisi modern. Mirip dengan keadaan kita sekarang, di mana kita sering harus mencoba banyak jalur berbeda untuk menemukan identitas diri di dunia yang berubah dengan sangat cepat.

Oleh karena itu, Jalan Lain ke Roma pada dasarnya adalah potret jenaka yang abadi mengenai pencarian jati diri di tengah dunia yang terus ber-evolusi (berubah).

Catatan: 
Review ini dibuat menjadi video reel & disertakan dalam Lomba Kemenkeulib Literacy Competition 2025. 




Bang Toyib

Bang Toyib...

Usah gundah, wahai sahabat karib,


Sudah lumrah dan memang galib,

Dalam hidup ada saja si paling ajaib,

Yang lupa kalau roda nasib,

Kadang berputar dan membawa semua raib

Satu persatu tersingkaplah aib,

Terbuka jelas, tak lagi gaib


(celetukan menjelang Maghrib, 211125)

Prasangka

Prasangka ,

Kadang makin tanak

Ketika kita membuat jarak

Kadang pelahan hilang

Seusai sedikit bincang

Kadang kian mereda 

Setelah bicara terbuka


Maka,

Seandai tak bisa

Tak berprasangka

Lekaslah berbincang atau bicara

Sebelum semua membuncah jadi prahara