Surat Diman untuk Mileak 2018 (1)

Mileak 2018, 
Senin ini harusnya lebih menyenangkan ketimbang senin senin sebelumnya, walikelas dan pak guru dari pagi tidak ada di sekolah. Aku tak tahu apakah beliau lagi rapat guru atau lagi main, tidak ada informasi dari ruang tata usaha. 
Biasanya, Kalau begini situasinya, kami akan bergegas secepatnya menyelesaikan tugas di meja kami, lalu segera bergabung dengan kelas olahraga atau kelas kesenian di ruang sebelah dan menikmati keceriaan bersama, kegembiraan bersama. 

Tapi tidak dengan senin hari ini, Mileak 
Aku demikian gelisah, tanpamu di sekolah,semua terasa aneh buatku. Meski aku tahu kamu hari ini gak masuk,beberapa kali aku mengintip ruang kelasmu, hanya untuk sekedar membayangkan kamu tengah duduk di meja itu dengan senyum yang manisnya gak ketulungan. 
Di kelas kesenian dan olahraga, kegembiraan, keceriaan yang biasanya ku dapatkan, tak jua muncul meski sejenak.
Bahkan siangnya, saat rapat OSIS, bayangan mu yang tengah duduk di seberang meja lebih sering muncul di kepalaku, ketimbang ide ide yang kubutuhkan. 

Sorenya, Aku sempat ke perpustakaan.
Mencari referensi tentang apa yang sebenarnya tengah aku alami. Menjelajah dari rak buku ke rak buku lainnya, buka tutup buku psikologi, kesehatan jiwa, humor, buku sejarah, novel dan beberapa buku lainnya. 
Entah bener atau tidak, dari beberapa buku yang sempat aku buka, katanya rasa itu jamak di sebut dengan " rindu " atau "kangen" Kalaupun mungkin ada sedikit gila, bukan gila yang sebenarnya tapi tergila gila. 

Rasa, yang bisa jadi,
sama dengan apa yang juga dirasakan Ken Arok sesaat setelah tak sengaja melihat betis Ken Dedes tersingkap dalam sebuah perjalanan di ladang perburuan, 
yang bisa jadi, sama dengan apa yang juga dirasakan oleh Syeh Jeihan pada Taj Mahal istri tercinta yang meninggal setelah melahirkan
yang bisa jadi,sama dengan apa yang dirasakan Ikal pada Aling ,yang meninggalkan Belitung tanpa pamit,
atau yang bisa jadi sama dengan apa yang dirasakan Soekarno pada Dewi, Habibie pada Ainun, Dilan pada Milea 

Rasa, Yang aku sendiri tak tahu kapan itu bermula dan kapan akan kutemukan akhirnya

Peluh


Peluh
Mengaliri tubuh
Langkah mengayuh
Menyibak riuh

Peluh
Pada wajah lusuh
Dan senyum separuh
Detak jantung bergemuruh

Peluh
Kelak menjadi saksi
Atas perjuangan seorang Hamba
Dalam menjemput rezeki
Yang telah disediakan olehNYA

Jakarta, 11 Oktober 2018

Bayang Wajahmu

Dalam temaram cahaya, bayang wajahmu menari-nari bersama riak air yang memainkan kidung senja, di pantai itu.

#puisidanfotografi

Serpihan Rindu

Phinisi itu membawa serpihan rindu yang aromanya menguap dalam belaian sang bayu, di senja itu.

#puisidanfotografi

Rinduku


Rinduku mengapung di Pantai Losari. Dipayungi lembayung senja, dan riak air yang menyenandungkan nada indah.


#puisidanfotografi

Mengambang

Fajar membayang,
Gerus pelahan gelap remang,
Lelaki masih lagi berjuang,
Menegakkan tatih gamang
Mendekat arah seruan- Nya
lantang

Sajadah dibentang,
Mata dan tubuh memajang
Tapi benak lelaki,
Berliar larian jalang
Menjauh, menjauh dari rupa-Nya
yang harusnya ditemu
di khusuk sembahyang...

Ah....
Lelaki,

bumi Nya yang bergoncang,
Deru air Nya yang bergelombang,
Apakah semata genang kenang
dan kisah  lengang,
Tak benamkan iman dan yakinnya pada pancang kencang

Bidadari dengan senyum tersungging

Ada bidadari,
senyumnya tersungging,
Menyambutku di beranda
Tak peduli pulangku
Bawa cinta
Atau luka!

#tetehnumaketiung

Menyeduh Kopi, Menyuluh Api





Di meja
Ada kopi, pena dan buku
Di dada,
Ada api, cinta dan kamu

Kopi terseduh,
Api tersuluh,
Menderu menderu

Pena pada buku,
cinta pada kamu

#tetehnumaketiung

Kata-Kata

Kata-kata kadang meluncur begitu saja
Saat eforia melanda
Lupa, bisa jadi ada yang terluka
Kadang akibatnya tak terduga

Kata-kata bertebaran di mana-mana
Tak perlu kau ambil semua
Mana yang diingat mana yang dilupa
Pilihlah dengan bijaksana

Kata-kata bisa jadi penyemangat jiwa
Saat diri lemah tak berdaya
Perlahan hangat mengalir di jiwa
Memberi amunisi bagi diri tuk berkarya

Tangis adalah kata-kata tak terucap
Berjuta makna dapat diungkap
Bagi yang mampu memahaminya
Cukuplah sudah penjelasannya

Katamu begini, kataku begitu
Berupaya mencari titik temu
Berbeda pendapat kadang perlu
Tapi tak perlu terus beradu

Jakarta, 28 Sep 2018



Selamat Menempuh Hidup Baru

Selamat menempuh hidup baru kawan
Hari ini kau ucap janji suci dihadapan penghulu
Disamping wanita pilihanmu
Semoga dapat menjalin hidup lebih bermakna

Suka dan duka akan datang menghampiri
Bersama mengarungi bahtera
Menjalani hidup sampai akhir nanti
Membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah

Jadikan dia teman seperjalanan
Menapaki jalan lurus yang kau pinta
Carilah penerang jalan dan rambu-rambu
Agar selamat sampai di tempat yang dituju

Banyak godaan, cobaan dan ujian
Semua harus dihadapi dengan ilmu
Tanpa ilmu, gamang menyergap sepanjang masa
Tak tau arah mana hendak dituju

Menjalani hidup apa adanya
Menuntun kepada kebenaran
Menjalani hidup penuh kepura-puraan
Dapat menuju jurang kehancuran

Tak ada manusia yang sempurna
Terimalah dia apa adanya
Bersama memperbaiki diri
Saling mengisi dan bersinergi

Jakarta, 10 Oktober 2018


Prapatan: Prapto dan Prapti dalam Tulisan (Cerita Fiktif Belaka)

SALAH SASARAN

Prapto dan Prapti memutuskan membangun biduk rumah tangga pada empat bulan silam. Terhitung masih pengantin baru, kedua insan ini senantiasa diselimuti perasaan rindu yang menggelora. Keduanya masih terbuai dalam pusaran kasmaran yang memang membuat ketagihan.

Sayangnya tuntutan pekerjaan dan kerasnya ibu kota membuat intensitas pertemuan mereka menjadi tak total. Waktu mereka lebih banyak berkutat di jalan, kantor dan peraduan. Untung di zaman sekarang berbagai media sosial bisa memudahkan segala urusan, pun mengungkapkan perasaan.

Prapto dan Prapti menjaga kualitas komunikasi dengan rutin berbalas pesan whatsapp tiga detik sekali. Hal yang serupa terjadi di akun media sosial mereka yang lain. Berbagai tulisan nyata menunjukkan yang dirasa. Mulai dari rindu, cinta, hingga sindir-sindiran berbau romansa. Semuanya demi menjaga manisnya berumah tangga.

Siang ini Prapti sungguh merasa lelah. Berkas-berkas pekerjaan masih menumpuk di mejanya. Meskipun dari pagi hari sudah bersusah payah tapi sepertinya tumpukan kertas di meja tak kunjung musnah. Untuk sekadar mengendurkan kepenatan, terpikir untuk memainkan musik perlahan. Dipilihlah daftar lagu yang masih tersimpan agar bisa segera didengarkan.

"Astaghfirullahaladzim," ucap Prapti lirih saat tersadar.

"Kemarin kata pak ustadz, musik kan gak boleh," seketika Prapti mematikan dan membatalkan niatnya.

Menghibur diri dan mengalihkan perhatian, akhirnya Prapti mengambil ponselnya dan membuat status whatsapp.
"Kangeen The Groove"

Di sisi kota Jakarta yang lain, Prapto sedang duduk santai di meja kerjanya. Pekerjaannya hari ini relatif tak menguras pikiran. Di siang hari yang terik Prapto juga masih terlihat segar karena pendingin udara di ruangannya baru saja diganti. Dalam kesenggangan, Prapto menengok ke arah ponselnya yang baru tiga detik yang lalu diletakkan.

"Wuih, bojoku bikin status whatsapp," bisik Prapto dalam hati.

Sejenak Prapto merenung dan mengernyitkan dahi, kemudian bergumam, "sejak kapan aku diberi panggilan the groove sama Prapti?"

Dengan cekatan Prapto langsung membalas status istrinya itu, "Tenang honey, The Groove ba'da maghrib sudah sampai rumah"

Prapti heran menerima balasan whatsapp dari suaminya. Namun tak butuh waktu lama Prapti tertawa-tawa sendiri dan segera menyadari keluguan suaminya. Dia hanya membalas pesan dengan emoticon mencium.

Rupanya Prapto masih penasaran kenapa dirinya dipanggil 'The Groove' oleh istrinya. Bergegas dia raih papan ketik di depannya dan mencari arti 'The Groove" di internet.

"Hmmh, ternyata artinya alur, maksudnya apa ya?" Prapto mandang ke langit-langit sambil mencoba berfilosofi.

"Ooh, mungkin maksudnya, aku lah sekarang yang menjadi alur cerita hidupnya," Prapto senyum-senyum sendiri.

"Romantis sekali emang bojoku iki, jadi ingin cepat pulang"

Beberapa waktu kemudian, senja mulai berkunjung, tanda waktu bekerja sudah di ujung , dan saatnya menembus kemacetan menuju rumah kontrakan. Sepanjang perjalanan pulang Prapto masih saja senyum-senyum sendiri dan merasa berbangga hati. Motornya terus ditunggangi melaju bak kuda poni.

Hingga akhirnya alam beralih dari terang ke gelap. Prapto menginjak rem tepat di depan pintu rumah kontrakannya. Dengan perasaan deg-degan Prapto mengetuk pintu dan mengucap salam, "Assalamualaikuum"

Prapti yang sudah sampai rumah sejak sore tadi perlahan membuka pintu dan menjawab salam suaminya, "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"

Langsung diraih tangan suaminya dan dicium sepenuh hati sebagai wujud bakti seorang istri. Prapto pun memberikan kecupan kecil di dahi sang istri sebagai tanda sayang seorang suami.

Tak lama kemudian, dengan semangat dan suara lantang, Prapto membentangkan tangan dan berteriak, "The Groove sudah pulaaang!"

- Sekian -