What hurts you today, makes you stronger tomorrow, nak ...





“To lose balance sometimes for love is part of living a balanced life.”
[Elizabth Gilbert; Eat, Pray, Love]


Setengah berlari aku melewati beberapa ruang kerja lain yang sudah lengang dengan lampu temaram. Rasa lapar yang sangat mulai terasa menyerang. Rapat anggaran besok pagi memaksaku lembur untuk menyiapkan berbagai data yang harus dipresentasikan. Ketika tiba di parkiran,  aku merasakan udara sejuk sisa hujan sore tadi yang melengkapi rasa perih di lambungku.

Sesaat setelah mejejakkan panggulku pada kursi kemudi dan menyalakan starter, tiba-tiba pesan teks pada telpon selulerku berbunyi, 1 message received.

“Mami dimana? Are you busy? I need to talk.” Pesan singkat dari si sulung yang diakhiri dengan icon sedih.

Dengan perasaan cemas aku menghubungi nomor anakku dan hanya dalam 1x panggilan, telpon langsung terjawab.

“Kenapa, teh?”, aku biasa memanggilnya dengan sebutan teteh. “Ni baru mau pulang, masih di parkiran,”. Is everythng ok? Ini lagi dimana? Di kost?”, tak sabar aku memberondongnya dengan pertanyaan bernada gusar. 

“Iyaa ... di kost,” tiba-tiba aku mendengar suara anakku bergetar, lalu tangisnya pecah. Tersedu sedan. Perasaanku tiba-tiba gamang, berbagai pikiran buruk tumpang tindih begitu cepat. Sejenak aku kehilangan kata-kata, sebelum kemudian mengatur dispnea yang seketika menggantikan hipotalamusku yang sejak tadi sibuk memberi sinyal agar segera mengisi perutku.

“Teh, what’s wrong? Tenang dulu ya, semua masalah pasti ada jalan keluarnya”. Aku berusaha mengatur nada suaraku yang mulai panik.

“Rio, Mi ... Rio ...” Suara tangisnya masih belum reda.

“Rio? Kenapa? Dia bikin masalah apa?” Tiba-tiba nada suaraku meninggi mendengar nama lelaki yang pernah dekat dengan anakku itu.

“He’s going to get married”. Kali ini suara tangis anakku lebih kencang.

“Ya ampuuun ... dia yang mau merit kok kamu yang nangis? Mami ga ngerti”, tanyaku semakin bingung.

“Ya ga tauuuu ... He texted me saying that he’s going to get married next-month. Tadi sih waktu dia ngabarin aku biasa-biasa aja. Tapi ga lama setelah chat itu, aku tiba-tiba jadi sedih. Ga rela aja. Tiba-tiba inget semua kenangan waktu kemarin sama dia”, tangisnya kembali pecah.

Kepalaku mendadak sakit. Seandainya anak ini ada di dekatku, pasti sudah aku peluk sejadi-jadinya. Aku merasakan aliran hangat dari sudut mataku, merasakan patah hati yang dia rasakan saat ini.

Perlahan kudengar isak tangisnya mulai mereda. Aku memilih kata dengan sangat hati-hati, lalu mulai menasehatinya,” Sayang, itu namanya belum berjodoh. Kan waktu itu kamu juga yang minta putus, katanya Rio terlalu cuek, ga care, banyak cewe yang suka. Ya udah, ikhlasin. Kalo dia jodoh kamu, pernikahannya ga bakal jadi dan kalian balikkan lagi. Tapii.., kalo ga berjodoh mau pacaran bertahun-tahun juga bisa putus”. Hufftt ... aku menggigit bibir merasakan sakit yang tiba-tiba seperti mengiris-iris relung hatiku saat mengucapkan dua kalimat terakhir itu.

“Iya, Mi .... I know that sooner or later he’s going to go for his future. I just couldn’t believe that it is so fast. Padahal kita baru juga baikan lagi 2 bulan belakangan ini. Aku udah free-lance lagi di kantor penerbitnya, dia kasih job lumayan banyak. Eh tau-tau mau kawin aja”. Suaranya sudah jauh lebih tenang.

“Ya berarti jodohnya udah sampe, nanti kamu juga begitu kalo sudah waktunya. Emang belum dapet pacar lagi ya?” Aku mulai menggodanya untuk mencairkan suasana. “Masa kalah sih? Anak-anak kampus ga ada yang lebih cakep dari dia?”, lanjutku dengan sedikit tertawa.

“Ih apaan sih? Ya udah ya Mi, I’m feeling better now and wanna sleep. Cape dari tadi nangis mulu”. Ah, suara khas nya kalau lagi bersungut manja. “Makasih Mi, love you and safety drive home ya, bye ...” Telpon diputus sebelum aku sempat menjawab apapun.

Bismillaahi Majrahaa Wa Mursaahaa Inna Robbii Laghofuurur Rohiim ...

Aku memacu kendaraanku pelan,  melirik kotak digital kecil pada dashboard, 21.10. Sejurus kemudian meraih tumbler dan meneguk habis air yang tersisa, merasakan aliran dingin di tenggorokanku, lalu menyalakan tombol on pada radio-tape. Perlahan terdengar lagu yang seketika melambungkan ingatanku,

... kemanapun kau acuh,
cinta tak pernah rapuh,
berpalingpun tak mampu hilangkan cinta,
Percayalah ...***

“What hurts you today, makes you stronger tomorrow, nak ...” batinku berbisik.

Tak ada lagi rasa lelah, lapar dan kantuk. Semua hilang. Aku hanya ingin menikmati malam lebih lama ....

Jangan sampai hingga waktu perpisahan tiba,
Dan semua yang tersisa hanyalah air mata,
Hanya air mata ... cinta ....***

***Jikalau kau cinta: Judika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar