Cinta di 1/3 Malam

Pukul 13.40
Siang ini ...

Aku tak ingat kali ke-berapa ratus aku rutin melewati jalan ini sejak pertengahan tahun 2015. Dan tiap kali aku melewati tempat itu, ingatanku pun berulang mengingat hal yang sama, bagai sebuah film yang diputar lagi dan lagi ...

***

Pukul 02.30 dini hari

“Ngantuk?”, tanyamu ketika itu.
Aku menggeleng, tersenyum, lalu menjawab, “Ngga, cuma jam segini kita mau muter-muter kemana lagI? Justru gw kasian liat lo kaya’nya udah cape banget, apa mo gw gantiin nyetir?”, aku balik bertanya.

“Hahaha ... “, tawamu pecah. “Ini mobil antik, ga ada yang bisa setangan kecuali gw,” kau membanggakan mobilmu sambil sesekali memukul badan kemudi.
“Kita istirahat aja ya, nungguin pagi dikit, gw balik jam segini ga enak ama tetangga, elu juga balik ke kost jam segini ga enak juga kan ama yang jaga kost-an”, kau berkata sebelum akhirnya membelokkan mobil sedan tuamu ke dalam parkiran sebuah bangunan yang remang.

Aku masih belum sempat bertanya ketika kau dengan sigap mengajakku turun. “Yuk ..., tenang ini tempat aman, cuma emang bangunan tua trus agak kurang terawat.”

Aku mengikuti langkahmu dalam cuaca yang masih gelap tapi mulai berembun.

Selama lebih kurang 3 jam kita menghabiskan waktu di kamar yang cukup luas dengan furnitur serba tua. Tidak ada yang luar biasa, apalagi istimewa. Hanya kekakuan kita berdua awalnya lalu bercumbu dengan kebutuhan kita masing-masing. Iya, sesuatu yang tidak pernah ku sesali hingga saat ini namun tidak pula ingin ku ulang kembali.

***

Penginapan tua itu kini telah berubah wajah, dengan tubuh yang masih sama. Mungkin karena sudah berganti pemilik. Seperti hatiku. Entah sudah berapa orang yang bersemayam dalam hati ini, setelah kepergianmu saat itu. Dan satu hal yang tidak akan pernah aku tanyakan padamu adalah, “Apakah sudah ada pula beberapa wanita yang menggantikan peranku?”. Entahlah. Aku tidak ingin bertanya karena aku tidak ingin kau mengatakan hal yang sama seperti diriku. Jika suatu saat kita berjumpa lagi, ingin sekali kuceritakan semua; bagaimana hingga saat ini ada kepingan-kepingan dari dirimu yang coba ku temukan dari para lelaki itu. Jangan pernah kau tanyakan mengapa karena akupun tidak dapat menemukan jawabannya. Sosokmu biasa saja. Cinta yang kau tanampun tak utuh, mungkin tidak juga sampai setengah. Namun kau tidak pernah bisa aku keluarkan dari rongga hati ini, setidaknya hingga aku menuliskan cerita ini.  

***

“Mba maaf, kita berhenti di pintu belakang atau di parkiran depan ya?”, pertanyaan bapak pengemudi transportasi online membuyarkan lamunanku.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar