Ketika saya dapat memilih...

Ketika saya dapat memilih...


Bismillah,


Telah sering kita dengar atau baca, bagaimana sedekah itu perbuatan yang sangat baik dan bermanfaat.

Namun..ternyata dalam bersedekah, kita bisa pilih-pilih. Misalnya, apakah kita punya uang 50.000 dan mau memberikan makanan kepada seseorang, yang bila makanan itu menjadi tenaganya, maka selama tenaga dari makanan itu masih di tubuhnya dan ia melakukan amal seperti sholat, dan lain-lain.. maka kita ikut mendapat pahalanya (tanpa pahala orang tersebut dikurangi sedikitpun). 

Tapi kita juga bisa memilih, apakah kita akan menggunakan 50.000 itu misal untuk membeli qur’an, yang setiap kali dibaca maka pahalanya kita juga akan mendapatkannya, dimana kebaikan yang didapat dari membaca qur’an adalah per huruf (alif-lam-mim= bukan 1, tetapi 3 huruf).  Ditambah lagi, kalau yang membaca itu penghapal qur’an. Bagaimana orang menghapal qur’an? Jarang sekali... hanya dengan sekali baca langsung hapal. Diulang-ulang... diulang lagi.. masyaAllah...berapa kebaikan yang ikut kita dapat tuh jadinya? @_@

Demikian juga kalau kita belikan mukena, atau sandal untuk berwudhu.. bagaimana orang yang solat dengannya kita juga dapat pahalanya? MasyaAllah untung sekali ya...

(ya Allah semoga kami termasuk yang bisa mengamalkan dan mendapat kebaikan itu)

Dengan uang/sumber daya yang sama.. bisa mendapat hasil yang berbeda. Ada pahala yang terputus dan ada yang terus mengalir.. Namun ini bukan berarti sedekah makanan itu ga menguntungkan. InsyaAllah dah, Allah maha tahu niat kita.Siapa tahu itu makanan menjadi dagingnya
Saya jadi ingat kisah sumur Usman bin Affan.. sumur yang dibeli dari seorang Yahudi..dipakai bermanfaat bagi banyak orang.. airnya dipakai untuk apa saja? Menghapus dahaga? Berwudhu? Mandi? Sangat bermanfaat ..  mungkin bagi sebagian orang terdengar biasa, namun pada saat itu, konon harga sumurnya sangatlah mahal dan kalau bukan karena iman kepada Allah dan percaya kepada RasulNya.. mungkin Usman bin affan juga enggan melakukannya. 

(Bagi yang belum mendengar kisahnya, lihat di bawah ya... )

Berapa ratus tahun Usman bin Affan telah mendapat pahala dari wakafnya tersebut? Sementara jasadnya di tanah tetapi pahalanya masih terus berjalan kepadanya. MasyaAllah....
(semoga Allah mampukan kita menirunya)

MasyaAllah-nya lagi, kita ternyata dapat bersedekah bukan hanya buat diri kita, tapi untuk ayah ibu kita yang telah wafat. Bayangkan kalau kita punya uang, kita pengen ngasih orang tua lebihan.. tapi orang tua kita udah engga ada, ternyata kita masih bisa “ngasih” ke mereka. InsyaAllah pahalanya sampai. Bakti kita tidak hanya saat mereka hidup, tetapi saat sudah di dalam kubur, orang tua masih dapat kita berikan bakti kita. InsyaAllah... [1]

Demikian saja tulisan saya, semoga ada manfaatnya. Selamat memilih ya..

Semoga kita bisa melakukan amal amal shalih yang pahalanya terus mengalir bahkan ketika ruh telah berpisah dari badan, insyaAllah juga bisa memberikan hadiah juga kepada ayah ibu kita meskipun telah tiada di sisi kita. 

(aamin)

 =================================================================


Utsman bin Affan, Pewakaf Sumur Raumah yang Barakah[2]
Al Ustadz Aziz Rachman, Lc

Dari sekian banyaknya shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ada beberapa di antara mereka yang dikenal sebagai orang-orang yang sangat dermawan. Kedermawanan mereka, terkadang seperti “tak masuk akal” jika dilihat dari kaca mata dunia, lantaran begitu banyaknya harta yang mereka infaqkan di jalan Allah.
Di antara shahabat dermawan itu, tersebutlah nama Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Seorang shahabat mulia, yang masuk Islam di awal masa dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seorang  shahabat mulia, yang menjadi menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seorang shahabat mulia, yang menjadi saksi hijrahnya kaum muslimin ke negeri Habasyah. Seorang shahabat mulia, yang menjadi khalifah dan pemimpin kaum muslimin.
Begitu banyaknya kisah tentang keutamaan dan kemuliaan yang dimiliki oleh Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Salah satunya, adalah kisah Utsman bin Affan dengan sebuah sumur, yang dikenal dengan sumur Raumah.

Surga Bagi yang Membebaskan Sumur Raumah
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat berhijrah ke kota Madinah, mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan air yang bersih dan segar. Apalagi kaum Muhajirin ketika di Mekkah begitu terbiasa dengan segarnya air zam-zam. Di Madinah, mereka tidak mendapati air yang jernih dan segar.
Tak jauh dari Masjid Nabawi, tinggallah seorang Yahudi yang terkenal dengan sifat culasnya. Ia memiliki sumur yang cukup besar, dengan air yang segar dan jernih pula. Adapun rasanya, memiliki kemiripan dengan air zam-zam.
Ia tidak mau berbagi air tersebut kepada penduduk Madinah meskipun hanya setetes. Ia menjadikan sumurnya sebagai ladang bisnis, dengan menjual air pada orang-orang Madinah. Para shahabat kemudian menyampaikan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda :
مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ المُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa membeli sumur Raumah dan menjadikan gayung miliknya bersama dengan gayung-gayung milik kaum muslimin dengan kedermawanan miliknya, maka kelak ia di surga.”[2]
Berdirilah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan memberikan penawaran untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya.
“Seandainya sumur ini aku jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian kata lelaki Yahudi tersebut menolak penawaran Utsman.
Tapi Utsman pantang mundur. Keesokan harinya atau beberapa lama kemudian, Utsman kembali mendatangi lelaki Yahudi tersebut untuk memberikan penawaran lagi. Kali ini Utsman berusaha untuk membeli “setengah bagian” dari sumur tersebut.
Maksudnya, Utsman berusaha agar lelaki Yahudi tersebut tidak merasa terganggu perdagangannya. Utsman mengusulkan agar sumur itu dibeli setengahnya, dengan pembagian yang nantinya disepakati.
“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu?”  kata Utsman bernegosiasi.  “Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti tiap hari. Bagaimana?” kata Utsman.
Lelaki Yahudi itu mengangguk lantaran ia berfikir akan mendapatkan uang dari Utsman tanpa kehilangan penghasilan dari menjual air sumurnya. Imam Ibnu Abdil Barr menyebut bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu anhu membayar uang sejumlah 12 ribu dirham untuk bisa memiliki setengah dari bagian sumur tersebut.
Utsman yang dermawan segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang hendak mengambil air dari sumur Raumah, agar mengambil air untuk kebutuhan mereka tanpa harus membayar karena hari tersebut adalah jatahnya milik Utsman. Tidak lupa Utsman mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari, karena besoknya, hari sumur itu bukan lagi jatah milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata : “Wahai Utsman, engkau telah merusak perdaganganku, belilah setengah lagi sumurku ini”. Utsman pun setuju, lalu diberikanlah uang sebesar 8 ribu dirham sehingga totalnya menjadi 20 ribu dirham. Dengan itu, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.

Wakaf Utsman untuk Kaum Muslimin
Setelahnya, sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin dan setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Arab Saudi, hingga jumlahnya mencapai lebih dari seribu pohon.
Selanjutnya pemerintah Arab Saudi, menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan dari Departeman Wakaf Arab Saudi.
Subhanallah, betapa besarnya pahala dari wakaf Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Meskipun sudah berlalu lebih dari 1400 tahun, wakaf Utsman bin Affan ini terus memberikan manfaat bagi kaum muslimin.


[2] http://majalahshahabat.com/utsman-bin-affan-pewakaf-sumur-raumah-yang-barakah/







“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah aku bisa bersedekah atas namanya?”. Beliau menjawab: “Ya”. Aku berkata: “Sedekah apa yang paling utama?”. Beliau menjawab: “Pengairan air”. (HR. Ahmad dan Nasa’i)
“Sesungguhnya ibuku meninggal dunia  secara mendadak, aku kira bila dia semapt berbicara pasti beliau bersedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah atas namanya? Beliau menjawab: “ya”. Bersedekahlah atas namanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3 komentar: