Suatu Tempat (hanya) Kita yang Tahu


Pagi berkabut.

Udara desa Pariangan memang selalu sejuk, tak terkecuali pada musim panas. Desa yang terletak di Minangkabau ini sangat indah, bahkan termasuk dalam sepuluh desa terindah di dunia versi Easemytrip bersama Desa Penglipuran di Bali. Desa yang selalu diselimuti ketenangan dan hijaunya lembah ngarai Gunung Marapi.

Kabut yang turun perlahan melintasi lereng mengingatkanku setahun lalu. Saat itu Raina masih cantik, tak ada duanya. Memang banyak gadis di desa ini yang cantik, tapi Raina berbeda. Setidaknya di hatiku.

Raina yang selalu mengoleskan sepotong pinang merah pada bibirnya, “Sebagai pengganti lipstick…” katanya, yang mebuatku tertawa terbahak, 

“Kampungan….” kataku kala itu.

Tapi dia tak peduli, dia malah asik mengoleskan beras yang telah ditumbuknya dan diberi sedikit air pada wajahnya, “Sebagai pengganti bedak…” katanya lagi. 
“Tanpa efek samping dan... gratis” senyumnya merekah, yang membuatku mengagumi dalam hati wajahnya yang semakin bersinar.

“Gimana kalo kita menikmati secangkir kopi? Di tempat biasa.. “, ujarku yang disambut dengan anggukan Raina.

Kami berlari menuruni bukit.  Pasir berhamburan diantara sela-sela kaki kami, sepasang muda mudi dari sebuah desa indah yang tumbuh bersama.

-------

Saat ini aku berdiri di hadapan Raina,

Dan hampir sama sekali tak mengenali wajahnya, sisa-sisa jahitan bekas operasi masih membekas. Dan di dalam batinnya, luka dari musibah kebakaran itu tampaknya masih berdiam disana. Aku tahu itu dari sikap Raina yang menundukkan wajahnya dalam-dalam ketika aku menatapnya.

“Hai, apa kabar?”

Suaranya pelan dan ragu.

“Beginilah keadaanku sekarang… seorang gadis yang tak bisa lagi menggunakan lipstick dan bedak..." 
Ia menghela nafas, dan melanjutkan dengan suara yang nyaris tak terdengar,
"karena kulit separuh wajahnya hilang dan diganti dengan segumpal daging  pahanya”

Bibirnya mencoba membentuk sebuah senyuman. Pasrah.

Sesaat aku terdiam, menimbang dalam hati, hari-hari lampau separuh dari perjalanan hidup kami. Raina yang selalu menyenangkan dengan tingkah lugunya yang membuatku tertawa, walau sering kali menjengkelkanku juga. Perlahan ribuan kenangan menari-nari menutup hatiku dari wajahnya.

Lalu setitik butiran bening mengalir di pipi Raina.

“Oh..  jangan menangis, Raina. Tak akan kubiarkan lagi air mata kepedihan membasahi hati dan matamu. Aku ada disini karena aku menyayangimu. Apa dan bagaimanapun kamu. Aku jatuh cinta pada sepotong hati yang murni, bukan pada seorang dewi yang begitu sempurna. Setahun sudah kamu menghindariku, dan aku tak akan mengijinkan hal itu lagi. Percayakan hatimu padaku Raina, dan akan kubawa kau ke suatu tempat, yang hanya kita yang tahu.”  Suara angin berdesir syahdu …

“Tempat biasa…”,  kataku penuh perasaan.

Uluran tanganku memintanya,

Raina menyambut tanganku, tersenyum dan menyeka air matanya…. dan kami berlari kembali, menuruni tebing pasir,  di desa terindah tempat kami tinggal.

-------

(terinspirasi lagu "somewhere only we know" Keane)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar