Mampu dan Peduli



Di dalam bukunya “7 Habits of Highly Effective People”, salah satu ide menarik yang diungkapkan oleh Stephen R. Covey adalah konsep Circle of Influence & Circle of Concern. Kedua istilah ini apabila diterjemahkan bebas ke dalam Bahasa Indonesia  kira-kira akan menjadi “Lingkaran Pengaruh” dan “Lingkaran Peduli.” Konsep ini terkait erat dengan kebiasaan nomor #1 dari orang-orang yang efektif, yaitu kebiasaan bersikap proaktif untuk menyelesaikan tanggung jawab di dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut Covey, orang-orang yang proaktif akan mengalokasikan waktu dan energi mereka  untuk hal-hal yang bisa mereka ubah atau kendalikan. Inilah karakteristik utama yang paling jelas membedakan antara manusia proaktif dengan manusia reaktif. Bertolak belakang dengan pendekatan manusia proaktif, manusia yang reaktif akan menghabiskan waktu dan energi mereka untuk hal-hal yang mereka pedulikan tapi sebenarnya mereka sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Untuk memahami lebih lanjut, berikut adalah beberapa poin penting yang saya tangkap dari konsep Lingkaran pengaruh dan Lingkaran Kepedulian tersebut:

  1. Dengan memusatkan energi dan waktu kita untuk bekerja  di dalam Lingkaran Pengaruh, sebenarnya kita sedang memperkuat dan memperbesar pengaruh atau kekuatan kita sendiri sehingga bisa mencakup hal-hal lain yang sebelumnya berada di luar kendali kita.
  2.  Apabila Lingkaran Peduli lebih besar daripada Lingkaran Pengaruh, artinya kita menggunakan lebih banyak waktu dan energi untuk mengurus hal-hal yang sebenarnya berada di luar kendali kita sendiri. Bisa jadi itu bemakna bahwa kita adalah manusia yang terlalu optimis. Bisa jadi juga, itu artinya kita belum mengetahui batas-batas kemampuan kita yang sebenarnya.
  3. Apabila Lingkaran Pengaruh ternyata lebih besar daripada Lingkaran Peduli, artinya kita mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang kita sadari. Bisa jadi itu karena kita tidak tertarik mengatasi beberapa permasalahan yang sebenarnya masih menjadi bagian dari tanggung jawab kita sendiri (karena adanya kelebihan berupa ilmu, tenaga, keahlian, atau sumber daya lainnya yang kita miliki). Bisa jadi juga karena kita sendiri juga belum menyadari seberapa banyak kelebihan-kelebihan yang kita punya.







Selanjutnya, saya memberikan contoh dan implikasi dari poin-poin di atas:
  1. Contoh dari sikap proaktif yaitu apabila kita tekun dan fokus untuk melaksanakan pekerjaan, tugas, ataupun target-target pribadi dengan baik. Apabila kita berhasil menyelesaikan itu semua dengan baik, maka dengan sendirinya kita menciptakan sesuatu yang dinamakan dengan ‘reputasi’ … yaitu sesuatu yang akan mendekatkan hal-hal atau orang-orang yang lebih penting dan menarik untuk masuk ke dalam kehidupan kita, relatif jika dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman kita sebelumnya. Tentu saja ini subjektif, sebab perkara penting atau menarik bagi satu orang belum tentu penting dan menarik bagi orang lain. Oleh karena itu kita perlu mengetahui minat dan kemampuan kita sendiri, dan baru mencari cara untuk meningkatkan keahlian kita di dalam hal tersebut.
  2. Dalam kaitannya dengan Lingkaran Peduli, kita perlu belajar untuk menentukan prioritas, bersikap fokus dan belajar mengendalikan hal-hal yang kurang penting supaya tidak menyerap banyak waktu dan energi yang sebenarnya lebih dibutuhkan untuk melakukan hal-hal lain yang lebih penting atau menjadi prioritas kita. Dalam hal ini, Covey juga menegasakn perlunya membedakan antara yang “penting” dengan yang “mendesak” (atau “segera” … ingat nota dinas?). Sebab, tidak selalu yang penting itu mendesak, sebagaimana tidak selalu yang “segera” itu penting. Sebagai  contoh, kita lebih mudah teralihkan dengan notifikasi di ponsel atau media sosial dibandingkan meluangkan waktu untuk berpikir mau makan siang dengan menu apa atau mau melakukan apa di waktu luang. Saat ini ada 25 pesan Whatsapp, 17.159 email,  dan 1 notifikasi Facebook yang belum saya baca. Apakah itu semua penting? Belum tentu. Bisa jadi 70% dari email yang tak terbaca itu adalah spam, dan mungkin hanya 50% dari pesan Whatsapp yang bermanfaat untuk kebaikan orang-orang yang saling berinteraksi di dalamnya. Alih-alih memberikan manfaat, kadangkala ada juga perseteruan yang terpicu karena salahpaham dalam berinteraksi di dunia maya. Sering juga  saya tidak tahu harus berbuat apa ketika membaca berita gempa bumi, perceraian artis, atau perang di negara yang tidak ada hubungan diplomasi dengan Indonesia (ditambah pula saya memang bukan diplomat).
  3. Poin terakhir ini (menurutku) adalah ironi kehidupan. Sering kita tidak tahu seberapa pengaruh kita terhadap orang lain, dan menganggap semua keputusan kita hanya berpengaruh kepada diri sendiri. Baru-baru ini salah satu penyedia jasa transportasi online menerapkan tarif baru yang lebih tinggi daripada tarif lamanya. Tidak sedikit penumpang yang mengeluhkan hal ini, dimana tarif yang biasanya Rp6.000/5km menjadi Rp8.000/5km. saya bukan orang kaya, dan kenaikan tarif itu tentu juga ada pengaruhnya bagi biaya hidup sehari-hari. Akan tetapi, pernahkan terpikir betapa relatif harga suatu layanan? Mengapa kita tidak mengeluh dengan harga semangkuk bakso yang harganya dua kali lipat (Rp12.000)? Apakah karena kita langsung kenyang dengan bakso, tapi ojek tidak membuat kenyang? Padahal tarif ini artinya bahwa seorang pengemudi ojek harus mengantar penumpang sejauh 10 km sebelum ia sendiri bisa membeli semangkuk bakso … belum lagi memikirkan makan anak dan istrinya. Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat efek dari setiap perbuatan kita terhadap lingkungan, baik manusia lain maupun alam di sekitar kita.  Sebab Lingkaran Pengaruh yang lebih besar daripada Lingkaran Peduli itu sendiri bisa menandakan kelalaian.
  Referensi:
Covey, Stephen R.,  “The 7 Habits of Highly Effective People Habit 1 : Be Proactive”, diakses pada 7 April 2017 melalui [www.stephencovey.com/7habits/7habits-habit1.php]


gambar dibuat dengan aplikasi "Paper" (www.fiftythree.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar